Ilustrasi, sumber foto: Dery Ridwansah/JawaPos.com
JURAGAN KIU - Project Officer SinerGi Wahana Visi Indonesia, Rany Mariana, mengungkapkan ada lima kota yang sering menghadapi bencana, berdasarkan data dari tahun 2003 hingga 2017. Bencana tersebut mulai dari banjir, tanah longsor hingga kebakaran.
Kelima kota tersebut adalah Jakarta (784 bencana), Bandung (556 bencana), Surakarta (529 bencana), Semarang (366 bencana), dan Sukabumi (314 bencana). Mengenai ancaman potensi bencana di masa depan, Rany mengatakan penting untuk memahami pentingnya peran keluarga.
Berdasarkan hasil survei gempa bumi besar Hanshin-Awaji di Jepang tahun 1995, tercatat 31,9 persen korban selamat ditolong oleh anggota keluarga. Sementara itu, ada 34,9 persen korban yang menyelamatkan diri sendiri.
“Ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan tindakan yang tepat pada fase sebelum, saat dan setelah bencana terjadi sangatlah penting untuk setiap orang,” kata Rany di Webinar 'Bersama Keluarga Antisipasi Bencana' dalam rilis tertulis, Kamis. (03/06/2021).
Penting untuk menyiapkan quick run bag
Dikatakannya, keluarga tangguh bencana dimulai dari kesiapan sebelum terjadi bencana, saat terjadi bencana, hingga pasca bencana.
Rany mengatakan, untuk menghadapi bencana, keluarga harus menyiapkan quick run bag. Tas berisi barang-barang penting yang harus dibawa saat terjadi bencana.
“Isi quick run bag mencakup pakaian, senter, makanan ringan yang tahan lama, air minum, hingga dokumen penting,” jelasnya.
DKI Jakarta memiliki potensi bencana dan berbagai tekanan
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk DKI Jakarta, Tuty Kusumawati mengatakan ada 3,6 juta keluarga di DKI Jakarta dengan jumlah penduduk 10,5 juta jiwa. DKI Jakarta memiliki potensi bencana dan berbagai tekanan mulai dari banjir, gempa bumi, kebakaran, huru hara, kemacetan lalu lintas, hingga kesulitan air bersih.
Tuty mengatakan mempersiapkan keluarga dan perempuan untuk kesiapsiagaan bencana bukanlah pekerjaan yang mudah, sehingga perlu dilakukan secara kolaboratif.
“Kesiapsiagaan mesti diawali dari unit yang paling kecil, yaitu keluarga. Yang harus disiapkan adalah komunikasi yang baik, sehingga ada pembagian tugas antar-anggota keluarga, dan ketika terdesak semua bisa berjalan dengan baik,” kata Tuty.
“Penting juga untuk keluarga mengetahui jalur-jalur evakuasi yang terdekat dari rumah sehingga tahu harus menuju ke mana ketika terjadi bencana,” tambahnya.
Banjir besar di Jakarta pada Januari 2020 adalah pengalaman yang berharga
Seorang warga Jakarta, Maya Septha, menceritakan pengalaman banjir besar yang terjadi pada awal Januari 2020. Ia menganggap bencana banjir kala itu sebagai pelajaran berharga.
Sebelumnya ia tidak menyangka akan terjadi banjir, sehingga seluruh keluarganya harus mengungsi. Diakuinya, pasca banjir 2020, ketika tahun ini terjadi banjir, pihaknya lebih siap.
“Walaupun untungnya tahun ini air tidak sampai masuk ke dalam rumah. Namun, ketika air sudah mulai masuk wilayah kompleks, saya sudah mulai berkemas lebih cepat, kemudian secara otomatis suami dan anak-anak ikut melakukan bagian masing-masing,” kata Maya.
"Suami langsung mematikan listrik, menyelamatkan barang-barang yang penting, saya packing kebutuhan penting, dan anak-anak ikut memilih barang-barang yang mereka butuhkan," tambahnya.
Jangan lupa sisihkan dana darurat
Selain itu, Maya menyadari bahwa ada banyak barang mahal yang ternyata tidak penting yang ketika terjadi bencana tidak mungkin untuk dibawa. Ia menilai untuk mengantisipasi saat terjadi bencana, diperlukan dana darurat.
“Saat mengungsi, yang bisa dibawa ternyata memang hanya barang-barang yang benar-benar diperlukan saja. Selain itu, penting untuk selalu memiliki dana darurat apa pun, selalu sisihkan dana untuk ditabung untuk kebutuhan yang tak terduga,” kata Maya.
No comments:
Post a Comment